Bermula dari sebuah warung kuliner bernama Lokal Jajan, Andre menyulap ruang sederhana ini menjadi titik temu yang menyatukan musik, seni, dan edukasi. Simak wawancara geliat anak muda Klaten disini
Otakotormedia – Dalam beberapa tahun terakhir, geliat kolektif dan komunitas musik di Yogyakarta dan sekitarnya terus menampakkan denyut yang kuat. Di tengah atmosfir ini, Jogja Record Store Club (JRSC) memainkan peran penting sebagai simpul yang menyatukan pelaku rilisan fisik, kolektor musik, serta komunitas DIY lintas kota.
Melalui agenda rutin seperti Record Store Day, JRSC bukan hanya menyemarakkan budaya rilisan fisik, tetapi juga mendorong munculnya ruang-ruang alternatif di luar Yogyakarta, salah satunya adalah Lokal Space di Klaten.
Lokal Space, yang diprakarsai oleh Andre, merupakan contoh konkret bagaimana semangat kolektif JRSC menginspirasi inisiatif akar rumput.
Bermula dari sebuah warung kuliner bernama Lokal Jajan, Andre menyulap ruang sederhana ini menjadi titik temu yang menyatukan musik, seni, dan edukasi.
Dari menjual rilisan fisik di pojok warung hingga menginisiasi acara Kamis Manja, Lokal Space tumbuh menjadi semacam Community Hub berbagai komunitas yang menjadi tumpuan anak muda Klaten untuk berkarya, belajar, dan bersosialisasi.
Kedekatan Andre dengan JRSC bukan hanya soal keterlibatan dalam Record Store Day sejak 2016, tetapi juga menyangkut transfer semangat kolektif, prinsip swadaya (DIY), dan semangat srawung khas komunitas Jogja.
Apa yang semula menjadi strategi promosi warung, perlahan menjelma menjadi ekosistem yang hidup, dengan pameran, diskusi, hingga rilisan musik dari band-band lokal. Kamis Manja, sebagai agenda rutin di Lokal Space, bahkan menjadi magnet bagi musisi luar kota yang sedang tur untuk mampir ke Klaten.
Dalam wawancara ini, Andre berbagi cerita soal awal mula merintis Lokal Space, perannya sebagai simpul distribusi rilisan fisik, hingga refleksi pentingnya konsistensi dalam menjaga nyala kolektif.
Dari narasi ini, kita bisa melihat bagaimana satu gerakan kecil bisa berkembang menjadi infrastruktur budaya yang berdampak luas, bukan hanya di Jogja, tapi juga menjalar ke kota-kota satelit seperti Klaten.

Dalam wawancara ini, Andre berbagi refleksi tentang pentingnya menjaga ritme, konsistensi kolektif, khususnya di Klaten.
Bisa dijelasin perjalanan mas Andre. Halo mas Andre, bisa dijelasin apa itu LKLJJN / Lokal Space?
Andre: Aku dulu merantau ke Bogor, Cirebon, baru ke Jogja, terus ke Klaten. Pertama itu aku buka usaha kuliner, Lokal Jajan Namanya. Nah seiring berjalannya waktu, aku pengen mengaktivasi warungku, supaya ya biasalah, promosi untuk orang yang datang, jajan dengan minat yang lain selain kuliner.
Karena aku suka kuliner dan music, disitu aku menjual rilisan fisik juga. Tak taro di sudut warungku. Sehingga aku akhirnya tau Demajors Jogja, kemudian aku Wholesale dari sana.
Dulu aku tau dari twitter, pokoknya dia menulis, buat yang mau wholesale bisa menghubungi nomor ini. Waktu itu masih nomornya pak David Karto (pemilik Demajors), aku masih inget sekali. Kemudian aku di direct ke toko yang di Jogja aja. Disana ketemu yang Namanya mas Tri/Sambrenk itu, mungkin tahun 2016 atau 2017.
Aku buka selama setahun Lokal Jajan. Ada beberapa rilisan yang tak beli, kemudian tahun 2017, dari situ kemudian rilisan fisik menjadi mediaku untuk berkenalan dengan temen-temen di Klaten. Karena aku pendatang juga tahun 2016 itu. Tahun 2014 aku menikah dan masih bekerja, lalu 2016 aku keluar kerja, bulan April kalo gak salah.
Nah disitulah aku mulai berkenalan dengan temen-temen. Jadi dari setiap orang yang beli rilisan fisik itu, aku upayakan ketemu (COD) gitu lo. Mengajak ngobrol dan COD di Lokal Jajan, mereka nyamperin. Waktu itu mediaku selain Instagram, aku pasang di Olx, aku inget banget.
Ternyata di Olx ada yang nyantol satu, dua itu loh mas. Hingga akhirnya aku bisa berkenalan dengan temen-temen Klaten, dan ternyata disini juga ada ya temen-temen yang beli rilisan fisik.
Satu tahun berjualan, aku sudah kepengen buat acara, karena Waktu itu aku juga sudah berkenalan dengan temen-temen Jogja Record Store Club. Aku sudah ikut Records Store Day terus Cassette Store Day kayak gitu kan. Nah aku mau mengajak temen-temen Jogja untuk ngadain Cassette Store Day, bulan Oktober 2017, itu event pertamaku, di Klaten.
Pada saat itu, konsepku cuma, ‘sing penting Cassette Store Day iku ono dodolane’ seperti itu. Siapa nih orang Klaten yang berjualan, Waktu itu kan. Ternyata ada juga, tapi CD-CD Metal, aku ajak juga, ada Bonanza juga yang sudah legend di Klaten. Terus ada temen-temen JRSC, itu Rilisan Fisik, dan Demajors Jogja, atau Ini Racun Buat Kalian, sama Limunlownoise.
Dari situ, mulailah ketemu lebih banyak temen lagi mas. Dan kemudian aktivasinya, muncul acara Kamis Manja itu, yang event-nya tiap hari Kamis. Sebenernya Lokal Space itu metodenya terbalik. Karena sekarang, orang membuat Space dulu, baru mengadakan aktivasi.

Jadi dulu bikin acara dulu, baru punya nama tempatnya?
Ya itu mulai 2015-2017 kan masih Lokal Jajan (LKLJJN), belum ada Lokal Space. Kemudian aku merumuskan sama Lusi, istriku, oh yowis ini muncul Lokal Space di 2017 dengan tiga lini usaha yang aku lakukan.
Yaitu kuliner, edukasi (istriku yang waktu itu juga baru resign dari kerjaan) bentuknya Les Privat bahasa Inggris, terakhir entertain. Ya itu tadi, aku seneng-seneng lah, aku jualan rilisan fisik, terus ngadain acara. Termasuk Kamis Manja itu masuk di divisi entertainnya itu lah.
Udin: Jadi semuanya berpusat di Lokal Jajan? Hingga kemudian bertransformasi menjadi seperti creative space gitu ya?
Andre: Ya semuanya di Lokal Jajan. Karena waktu itu fokus ku kan kuliner ya. ‘Waktu itu yowes, seng penting iso dodol opo sek tak senengi. Kolekdol, koleksi iso didol.’ Kan waktu itu kita ikut RSD sama JRSC juga jualan cilok, inget kan mas?.
Kenapa memilih jualan cilok pakai Bajaj, waktu RSD 2016 di Bentara Budaya Jogja?
Andre: Ya waktu itu kan lokasinya juga jauh dari lapak kuliner kan. Dan JRSC juga waktu itu buka lapakan kuliner, selain kopi, waktu itu kopinya Pier 14 Coffee kalo gak salah itu. Waktu itu juga kan aku belum PD ibaratnya jualan rilisan fisik. ‘Wong liyane yo barang-barange yo okeh gitu to. Aku yo pie, wah iki rame.’ Dan aku belum kenal banyak dengan temen-temen. Waktu itu aku diajak mas Tri kan, aku jualan iki wae mas, cilok. Waktu itu hujan deres, lalu beli cilok malah sold out duluan. Hehehe.
Itu juga jadi memori berkesan sih. Disaat orang pada sibuk menutupi jualannya dari hujan, Lokal Jajan malah jadi antrian orang-orang berburu cilok karena laper.
Andre: Iya, momen toh itu mas. Memori. Dan jadi solusi orang-orang pas kehujanan.
Apa yang kemudian akhirnya bisa membuat Lokal Space dikenal sebagai tempat bertemu dan berkumpulnya kawan-kawan musisi, dan pelapak, khususnya di Klaten dari Kamis Manja? Apakah memang itu jadi program rutin setiap bulan atau tahun?
Andre: Itu ya berjalan natural aja, aku sebenernya tidak mempunyai formula apapun ya. Tidak ada ekspektasi, kalo jualan rilisan fisi dan acara itu hanya sebagai aktivasi di sebuah warung untuk media promosi. Hingga akhirnya aku bertiga, sama Gardian, sama pak Adi yang gitaris Morning Horny kan ternyata dia kerjanya di Klaten. Sebenernya ada mas Roni, kalo masih inget, sama mas Widi Bebek. Yowes berlima itu membuat Kamis Manja.
Event pertama itu setelah bulan Oktober, itu di November. Nah itu berjalan mungkin satu sampai dua bulan sekali sampai, yo wes biasa kalo kolektif kan gitu ya mas. Dengan kesibukan lain-lain, berjalan sampai 2023, hingga yowes.
Apa karena disitu juga, ekosistemnya sudah berjalan ramai, bisa ketemu temen-temen. Jadi perjalanannya tidak seperti dulu, karena temen-temen juga sudah pada punya kolektif sendiri, sudah berkembang itu lo mas. Sudah menjadi apa ya, “Yo nyowone wis ora iso bareng kabeh iku loh’, dengan kesibukan masing-masih toh, yowes.
Udin: Dulu kan Kamis Manja selain acara musik, dan pameran karya, bahkan sampai bisa menampung band-band yang sedang tour, baik dari dalam atau luar negeri. Kemudian juga menjadi ajang wisata untuk liburan ke Klaten khususnya main di umbul, setelah acara selesai. Masih jalan?
Andre: Ya masih. Hingga akhirnya aku berdua kemudian mengakhiri Kamis Manja pada tahun baru 2024. Itu menutup dengan pameran arsip. Jadi sudah resmi berakhir itu Kamis Manja. Kita buat pameran arsip, poster-poster dari awal sampai akhir. Terus kita ada sesi ngobrol, yang akhirnya menjadi trigger untuk temen-temen juga. Maksudnya, dengan merawat kolektif itu banyak suka duka.
Kalo pameran Waktu kita tutup usia, ada sharing session juga. Kamis Manja kan konsepnya, setelah acara kita ada obrolan, sharing session. Jadi kita bukan hanya pertunjukan music, acara selesai itu pulang. Bahasanya Jawa itu ‘Ngangsu kaweruh lah’, opo yo e jadi srawung gitu mas. Jadi bagaimana distribusi karyamu seperti apa, proses produksimu bagaimana, gear-gear yang kamu pakai apa aja, dan itu mengedukasi temen-temen di Klaten.
Jadi intisari Kamis Manja itu di bagian sharing session atau srawung tadi itu ya?
Andre: Iya, mungkin temen-temen yang mengikuti Kamis Manja dari awal jadi punya pengetahuan bagaimana menjalankan tour, kemudian membangun koneksi dengan temen-temen luar kota, merawat jaringan seperti itu.

Jadi posisi Mas Andre sekarang bisa dibilang sebagai bapaknya temen-temen Klaten, karena punya tempat Lokal Space, dan sebagai produksi album atau mirip seperti label musik gitu ya?
Andre: Sebenernya aku memposisikan diri sebagai support system ya, dengan mendokumentasikan karya gitu mas. Jadi aku mencoba untuk memberikan pengertian bahwa setelah kalian merekam dan berkarya, kalian harus mendokumentasikan karya itu tadi. Dalam bentuk CD ya Waktu itu yang paling murah ya. Pada Waktu itu kan produksinya CD-R lah itu dari 2018. Aku sudah merilis sama The Jeblogs itu.
Lokal Space dan The Jeblogs sendiri yang produksi, Waktu itu produksi sendiri. Sampai hari ini aku ‘rodo anu e’, agak belum PD untuk melabeli diri sebagai ‘Label Musik’. Karena kurasinya band-band disini itu, aku belum bisa untuk genre yang hanya aku sukai saja. Biasanya seperti itu toh kalau Label Musik to?. Menjadi sisi hobi dari yang mendirikan gitu toh, ‘Aku seneng iki, sing tak pilih, sing tak rilis yo iki’.
Ah ternyata, dari 2018 itu aku bisa rutin merilis temen-temen Klaten yang ingin berkarya. Pertama The Jeblogs, itu EP 4 lagu. Waktu itu Self Titled. Sampai tahun lalu, 2024 itu total aku sudah 7.
Pertama itu The Jeblogs, kedua itu solois instrumental murid pak Adit Tian itu namanya First Bliss. Terus tahun ketiga itu Pandemi Covid-19, aku rilis Trigga Cocca, itu Bucek, kaset bareng sama Koloni Gigs. Terus 2021 itu Garden, itu Dream Pop gitu. 2022 itu Hip-Hop, si Gerald. 2023 itu di Abend, FM Abends, terus 2024 itu aku rilis Knell Mort itu grindcore bentuk kaset.
Nah itu kan campur-campur, makanya aku itu support system aja. Yauwis ayok, digarap wae, ngene-ngene, ngko pie, ya seperti itu.
Permintaan merilis banyak album tadi itu dari Lokal Space sendiri? Atau dari musisi/band? Bagaimana soal modal untuk produksi rilisan fisik dan pembagian royalti?
Andre: Itu dari band-nya sendiri. Kalau aku biasanya kubagi dari berbagai event kan. Biasanya dari penjualan kaos, kalau event kan mesti aku jualan kaos to mas. Nah dari situ ada hitung-hitungannya. Jadi mungkin yang sudah menemukan formulanya itu di tahun lalu.
Jadi aku Open Pre Order dulu, modalin dari awal ibaratnya. Tetapi dari modal itu aku ambil, setelah penjualan semuanya beres. Jadi ibaratnya aku hanya modal di awal aja. Tapi habis itu modal udah masuk, ya aku kembalikan. Kemudian personil dikasih beberapa kaos sama kaset.
Sisanya itu buat kalian (musisi tadi). Pokoknya aku membantu mendokumentasikan, karena aku seneng rilisan fisik, jadi aku fokusnya kesitu. Aku memberikan insight ke temen-temen bahwa ini loo pentingnya mendokumentasikan karya lewat rilisan fisik.
Apakah beberapa band/musisi tadi, termasuk The Jeblogs sampai saat ini masih diproduksi oleh Lokal Space?
Andre: Ya masih. Itu tadi, karena aku punya jaringan dari Demajors, temen-temen pelapak satu Jawa lah, jadi aku mendistribusikan itu jadi lebih proper. Masa kirim CD-R lagi nih, karena sekarang aku udah CD Replikasi nih mas. Karena pun aku sudah mendengarkan materinya, ‘iki apik’, seperti itu.
Yaudah aku kemudian me-replikasi CD tadi. Kemudian aku secara atau by data ya, ada berapa toko, ada beberapa yang dititipkan, kalian menjual sendiri sudah balik modal, sisanya yaudah dibagi. Tapi ini sebagai media promosi, jangan sebagai income dari CD. Karena aku mencoba mendistribusikan itu ke 17-19 titik mas, e 19 toko. Karena satu kota bisa dua sampai tiga toko. Jadi total ada 19 titik yang aku sebar lah, itu untuk album The Jeblogs – Sambutlah.
Apakah sejauh ini mas Andre/Lokal Space juga terlibat dalam produksi karya The Jeblogs, selain distribusi dan label musik?
Andre: Aku lebih ke distribusi mas. Kalau produksi karya itu mereka sendiri. Walaupun aku yang ikut proses mengirim file, ke produsen CD nya. Cuma itu tadi aku bukan sepenuhnya seperti Label Musik. Aku support system, aku bantu distribusi, aku bantu produksi.
Cuma mereka itu udah ada lah untuk produksi sendiri gitu. Mereka sudah bisa modal sendiri. Maksudnya aku bantu produksi produk rilisan fisiknya, dari mulai beli case CD, replikasi, dan tetek bengek nya lah seperti itu.
Apakah ada band lain yang juga bisa dibilang ‘sukses’ menembus pasar nasional selain The Jeblogs?
Andre: Kalau sejauh ini baru The Jeblogs, itu album Sambutlah. Ya salah satu lagunya tembus pasar nasional dari album itu. Sejauh ini juga untuk penonton The Jeblogs itu animonya dari Jogja dan Solo mas. Kadang kalau panggung bukan dari temen-temen sendiri, itu intensitas masih kalah jauh dari Jogja dan Solo, bisa dikatakan seperti itu.
Kalau terakhir aja main Januari di Klaten, baru main lagi April, berarti kan 4 bulan sekali. Kalau di Jogja sebulan udah bisa dua kali kayak gitu. Jadi aku sama temen-temen, me-reminder lagi, sebagai band Klaten, paling nggak ya bisa lah lebih sering main di Klaten. Bisa dikatakan seperti ‘Local Heroes’ lah. Hahaha.
Mas Andre saat ini terlibat di management The Jeblogs, sebagai manager?
Andre: Bukan, bisa dikatakan aku apa ya sebagai temen-temen aja. Kalau managernya itu ada Ryan, basisnya. Aku dari awal memang hanya support aja mas. Aku tau posisiku itu loh mas, karena aku kan ‘iseh ning Lokal Space dan Lokal Jajan toh, fokus ning usahaku’.
Karena temen-temen Klaten, kalau mau nanyain The Jeblogs itu juga tanya ke aku. ‘Mas ngene-ngene pie. Oh Iyo opo acarane. Yowes langsung wae’.
Menurut mas Andre, apa yang bikin The Jeblogs bisa tembus pasar nasional? Apakah karena pertemanan itu tadi atau distribusi musik yang bisa dikatakan bisa menjangkau pasar lebih luas, terutama di Jawa?
Andre: Ya itu tadi sih mas, pertama memang materinya itu relevan. Dengan tema seputar anak muda se-usianya. Dikemas apik oleh Amir, vokalis. Karena dia juga sebagai journalis, untuk mengolah diksi-diksi itu kan ya sesuatu yang unik ya.
Untuk anak muda yang irisannya hari ini ke The Adams, FSTVLST, terus Rumah Sakit itu menurutku masuklah di telinga mereka. Dan mereka memanfaatkan media sosial yang ada, contohnya TikTok mas. Di TikTok, mereka juga menggarap itu dengan baik. Ya itu bisa memanfaatkan platform media sosial dengan baik, dengan meng-hire temen-temen Klaten yang usianya dibawah kita gitu.
Terutama yang usianya 10 tahun dibawah kita, yang mungkin di usia kita tidak terlalu into untuk mengulik lebih dalam ke TikTok ya, sama YouTube juga digarap.
Kedua, memang temen-temen The Jeblogs itu suka berkomunitas, suka untuk mengolah pikiran, suka belajar, suka untuk mengolah apapun perkataan dan soal rasa. Nah itu karena dari dulu kita ada sebuah obrolan, ‘Rawat Hayat’ mas. Itu mengolah hal-hal yang dari buku katakanlah.
Rawat Hayat itu pengolahannya tidak melulu tentang musik. ‘Nek musik wis ono lah,’ nah itu kita punya pengolahannya sendiri untuk mengolah hayat kita, sebagai manusia, mengolah batin, atau ‘roso’ atau rasa.
Sehingga mereka enjoy aja Ketika diajak main dan berjejaring sama temen-temen di Solo, Jogja, temen-temen The Jeblogs itu se-luwes itu. Itu yang akhirnya berkembang secara alami, dan banyak teman. ‘Nek ngeband okeh koncone kan, okeh sing mbantu’.
Aku sempat melihat bahwa ada tagline atau label ‘Oleh-oleh khas Klaten, selain sop ayam Pak Min’ yang digunakan oleh The Jeblogs. Gimana menurut mas Andre?
Andre: Ya mungkin sebagai strategi branding ya yang belum pernah dilakukan sama temen-temen musisi di Klaten. Mungkin ya mas.

Flashback awal mula kenal dan tahu The Jeblogs? Apakah dari acara mereka ‘God Save The Gigs’?
Andre: Ya itu awal mula kenal itu barengan Local Space, awal 20217 itu mas. Awal ada acara God Save The Gigs itu tahun 2017, emang itu acaranya kolektif temen-temen The Jeblogs. Besok itu kan acara ke-7 barengan dengan Record Store Day di Klaten.
Awal 2017 aku berkenalan dengan mereka, di event God Save The Gigs itu. Nah Waktu aku melihat mereka manggung, terus aku ajak main di event cassette store day itu, sebelum Kamis Manja, event Lokal Jajan sendiri, sebelum Lokal Space lah.
Mereka kan dari Desa Jeblog ya, yang tadi loh mas pengolahan mereka bukan hanya di musik, tapi dirasa itu tadi. Mereka sudah melakukan semacam edukasi ke Desanya sendiri, dengan semacam lapak buku, lapak diskusi, ada teater bayang, itu di 2016-2017 awal. Tetapi tidak bertemu dengan itu, mereka kan dari Karang Taruna Galur Manggala itu. Menariknya itu menjadi sebuah pondasi untuk publikasi yang baik kan.
Berarti mereka secara tidak langsung ikut membangun desanya sendiri, lewat jalur edukasi, sembari bermusik, dan justru musiknya malah bisa diterima di masyarakat luas?
Andre: Nah iya, dari Karang Taruna, kemudian dengan rekaman yang seadanya gitu.
Sejauh ini sudah berapa copy album The Jeblogs?
Andre: Kami cuma cetak 500 copy CD, jadi kita titipkan ke Demajors dan dikurasi juga. Terus kaset itu rilisan pertama 100, terus rilis ulang 250. Itu habis semua, CD paling tinggal beberapa lah. Itu juga jadi fenomena ‘Band Kabupaten’ katanya.
Padahal mereka berproses selama 8th. Kemarin ulang tahun ke-8 dirayakan di balai Desa Jeblog. Ditonton orang tua mereka dan orang-orang satu desa gitu. Lucu itu, bagus.
Secara tidak langsung, pergerakan The Jeblogs dan Lokal Space itu memberikan dampak buat pariwisata Klaten juga?
Andre: Ya bukan hanya menjual Umbul (kolam mata air di Klaten). Itu umbulnya dekat dengan rumah-rumah mereka mas. Mereka juga akhirnya diundang ke Pesta Pora, Synchronize festival, tahun lalu bareng The Kick.

Sejauh ini ada lagi impactnya buat Lokal Space?
Andre: Ada, ada orang-orang random datang ke Lokal Space. Padahal kalo pagi dibuat kelas Bahasa Inggris. Malamnya baru buka kopi dan jajanan itu. Dengan adanya kolektif, berjejaring, tiba-tiba dating pengunjung seperti itu.
Lebih ke pengen sharing aja, gimana sih awal mula The Jeblogs, bahkan sampai mau membuat rilisan fisik, tanpa tahu fungsinya untuk apa. Tapi mereka sudah punya rilisan digital. Metodenya kan kebalik akhirnya, kalo kita rilisan fisik baru ke digital. Kemudian edukasinya juga menarik, karena mungkin sudah ada contohnya, berproses selama berapa tahun, kemudian bersenang-senang.

Rekomendasi musisi Klaten yang wajib didengar tahun ini dan rilis di RSD?
Andre: Ada lima band Klaten yang release album di Record Store Day 2025. Lower Clash, itu kaset. Terus Love Of Life itu CD, Hendri Susilo, solois folk gitu, FM Abends rilis kaset live session, terakhir Om Kacau Balau itu rilis kaset. Mereka semua ketemu di Lokal Space dari event-event yang dulu. Lokal Space bisa dikatakan sebagai Community Hub lah mas, itu aja orang lain yang bilang. Kalo dari aku ya cuma warung biasa aja. Hahaha. Kita rawat itu di Klaten mas. (*)