Otakotormedia – Pada perayaan 25 tahun Demajors, kami berkesempatan untuk ngobrol dengan Odong, sang bassist dari Tabraklari, unit fastcore bengkok asal Tangerang yang dikenal dengan energi brutal dan lirik penuh pesan.
Tabraklari yang kini beranggotakan Luthfi (vokal), Yoga Ghafara (gitar), Teguh Kurniawan (drum), Odongpejj (bass), dan Alexander Bryan Wijaya (gitar) telah merilis beberapa album yang mengguncang dunia musik underground.
Album terbaru mereka, “Keluar Tumbuh Liar”, menunjukkan evolusi musik yang lebih matang, dengan pendekatan yang lebih serius dan terstruktur dibandingkan dengan karya-karya sebelumnya.
Dalam wawancara ini, Odong bercerita tentang proses pembuatan album “Keluar Tumbuh Liar”, yang melibatkan produser dan pendekatan lebih terperinci, dari segi mixing hingga mastering.
Tabraklari mengubah cara kerja mereka, lebih komunikatif antar anggota band, dan lebih siap untuk menghadapi segala tantangan yang datang.
Selain berbicara tentang album terbaru, Odong juga menjelaskan tentang video musik Tabraklari yang penuh dengan kejutan dan visual yang unik. Visual yang menggambarkan semangat anak muda Tangerang yang penuh gaya namun tetap mengakar pada kenyataan sosial.
Tak hanya musik, Tabraklari juga menghadirkan karakter ikonik bernama Christøv Nathanael, yang menjadi simbol dari kehidupan dan semiotika band ini.
Odong pun menjelaskan bahwa banyak inspirasi lagu-lagu mereka datang dari pengalaman pribadi dan lingkungan sekitar. Seperti yang tercermin dalam lagu ‘Maghrib di Jalan’ dan ‘Raja Mabuk’, yang mengangkat kisah tragis dari teman mereka.

A: Album Tabraklari yang terakhir ini kayaknya beda banget dari lagu-lagu atau album sebelumnya. Apakah emang formulanya diubah apa gimana si Dong?
Odongpejj: Secara bentuk, lagu dan formula sih itu sebenarnya sama aja ya. Tapi secara proses kreatifnya sih jadi lebih serius aja gitu. Ya pake hire produser, terus di treatment dengan sangat teliti gitu. Terus masuk ke proses mixing dan mastering pun se-teliti itu. Karena ada produser kan.
A: Berarti sebelumnya Tabraklari nggak teliti nih, atau asal Tabraklari aja, rekam, beres gitu?
Odongpejj: Karena kan sebenarnya kalau nggak ada produser kan nggak ada yang ngejagain gitu. Jadi saking banyaknya penglihatan, jadi sebanyak itu gitu. Jadi se-samudra itu eh jadi kayak banyak hal yang kita lihat. Tapi kan kalau pake produser jadi cuma ngelihat satu. Jadi lu fokus di situ. Jadi menelanjanginya lebih enak.
A: Menurutmu album “Keluar Tumbuh Liar” ini lebih matang dari segala aspek ya dibanding yang sebelumnya?
Odongpejj: Ya jadi lebih siap sih. Lebih siap dalam menghadapi hal yang mau dihadapi aja. Kalau sebelumnya kan hanya sebuah, mungkin ya sebuah kegelisahan yang kayak, ‘Eh yaudah yuk bikin karya yuk, bikin album’. Kalau sekarang emang semuanya beneran dikomunikasikan satu sama lain. Kita maunya seperti ini, seperti ini, kayak gitu.

A: Gue liat, video musik Tabraklari kalau buat gue sendiri tuh “tengil atau nyentil”. Itu gimana sih proses kreatifnya?
Odongpejj: Sebenarnya kalau tengil, mungkin itu jadi gen-nya anak Tangerang kali ya. Maksudnya gitu, anak pinggir kota tapi mau sok kota, tapi nggak mampu juga. Akhirnya outputnya, bukan tengil sih. Kampungan sebenarnya.
A: Iya maksud gue, “tengil” di sini tuh kayak lu punya hook yang nggak kepikiran dengan musik lu yang kayak gini, lu bikin video yang kayak gitu. Nah menurut lu gimana?
Odongpejj: Iya jadi sebenarnya kalau untuk proses kreatifnya di musik video, pendekatannya bagaimana ‘Se-pop’ mungkin sih gitu. Jadi kayak itu yang mature ke semua hal yang lagi terjadi dan semua tongkrongan rasain. Dasarnya itu sih. Kayak warna ya, visualnya, itu juga kayak yang lu sering lihat di semua kanal sosial media ataupun lingkungan lu. Jadi itu diinterpretasi jadi satu musik video.
A: Satu hal juga yang merujuk kata “tengil” tadi, karena gue tanya ke beberapa temen, si Tabraklari punya ikon sendiri gitu loh. Dengan penampilan ala black metal. Nah kira-kira di album selanjutnya akan terus dipakai atau nggak?
Odongpejj: Jadi kalau ikon itu kita kasih nama Christøv Nathanael. Itu sebenarnya di bayangan kita, dia adalah sebenarnya Tabraklari-nya dia gitu. Tabraklari dalam sebuah bentuk manusia adalah dia, Christøv Nathanael. Kayak gitu, jadi emang dia yang mengejawantahkan lah. Jadi semiotika lah. Tabraklari tuh semiotikanya seperti ini gitu.

A: Tabraklari dalam kehidupan nyata adalah Christøv Nathanael ini ya?
Odongpejj: Iya gitu maksudnya. Tapi bukan dari sisi black metal-nya ya. Tapi dari sisi kehidupannya gitu. Kayak di usia dia sebenarnya gitu. Lebih tepatnya, eh fenomena di lingkungan sosial aja sih. Di mana range usia 18-34 tahun sebenarnya itu dirasain juga. Itu sih.
A: Semua inspirasi lagu dari lingkungan terdekat ya? Kayak lagu ‘Maghrib di Jalan’, ‘Raja Mabuk’ itu yang di-capture jadi sebuah lagu?
Odongpejj: Iya emang ada salah satu teman yang akhirnya meninggal gara-gara alkohol, karena emang tiap harinya mabuk aja.
A: Pertanyaan gue, emang se-chaos itu lingkungan di mana lu dan kawan-kawan Tabraklari tinggal?
Odongpejj: Yah nggak se-chaos itu juga. Maksudnya dalam sebuah, eh satu lingkungan ada yang buruk banget ada yang baik banget. Nah itu temanku si ‘Raja Mabuk’ itu adalah sisi buruknya.
A: Belum lama ini kan Luthfi (vokalis Tabraklari) kolaborasi sama Teenage Death Star (TDS), menurut lu itu udah mewakili Tabraklari belum?
Odongpejj: Ya sama sih, yang ditulis Luthfi di ‘Thunder Boarding School’ itu udah mewakili Tabraklari. Dan udah mewakili Kab. Tangerang sekali eh diksinya, songwriting-nya itu sangat Tangerang kabupaten sekali ya. Maksudnya kalau lu head-to-head sama Batman (Goodnight Electric) kan jauh sekali gitu ya.
A: Terakhir, Tabraklari mau bikin apalagi tahun ini?
Odongpejj: Mau ada tour pastinya. Lalu eh mau ada live session dan mau bikin showcase. InsyaAllah. (*)